Welcome to My Blog.

Welcome to My Blog.
My Blog serves the information and consultation concerning to Law and Infrastructure Development in Indonesia.
Have a nice day.
Regards, Dr. Iwan E. Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn
Lecturer & Researcher

Sabtu, 25 Agustus 2012

Kelahiran dan perkembangan KPS


            Konsep penggunaan modal swasta untuk menyediakan fasilitas publik sebenarnya sudah sangat lama. Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, Britain groups of local magnates membentuk turnpike trust,[1] yang meminjam uang dari investor-investor swasta untuk memperbaiki jalan, dan mengembalikan pinjaman dari tol (charging tolls). Semua jembatan-jembatan di Inggris juga dibiayai oleh semacam bridge trusts sampai pertengahan abad ke-19, dan juga sama sampai akhir abad ke-19 the Brooklyn Bridge di New York dibangun dengan modal swasta. Di Perancis, konstruksi kanal dengan modal swasta dimulai pada abad ke-17. [2]
            Sejarah Yunani (the Greek) dan filsuf Strabo (63 BC-AD 21), menulis dalam Geographia, pada saat Caesar Augustus mencatat pemungutan tol atas jalan the Little Saint Bernard’s Pass. Suku ”Salassi” diberikan konsesi tol oleh kerajaan Romawi, sebagai pengembalian pemeliharaan jalan dan menyediakan panduan dan penjagaan melintasi pegunungan. Dalam abad pertengahan, tol digunakan untuk mendukung biaya pembangunan jembatan, dan pada awal tahun 1286 jembatan London memiliki tol. Tol sendiri kurang umum untuk jalan, meskipun pada tahun 1363, Edward III dari Inggris mengundangkan hak memungut tol atas jalan Great Northern dari London ke Philippe Litchfield untuk pengembalian hasil pekerjaan perbaikan jalan.[3]
            Gerbang tol di Inggris pertama kali disahkan dengan undang-undang pada tahun 1364, turnpike pertama dibentuk pada tahun 1663. Hakim-hakim dari Hertfordshire, Huntingdon dan Cambridge meminta Parlemen untuk membuat undang-undang yang memungkinkan mendapatkan pendanaan untuk perbaikan seksi jalan Great Northern yang melintasi tiga wilayah. Undang-undang tersebut memberikan hak pada hakim untuk menempatkan tiga gerbang tol untuk memungut tol dengan tarif tertentu atas kendaraan dan hewan (livestock) yang melewati jalan tersebut sampai periode lebih dari 21 tahun, dimana dalam periode tersebut diharapkan hutang akan lunas dan jalan kembali bebas dari pungutan. Sampai awal abad ke-18, bagaimanapun juga, konsep ini memberikan administrasi jalan dalam bentuk panitia (ad hoc) dari badan lokal, dan pengalihan biaya pemeliharaan dari publik ke pengguna jalan telah terbentuk.[4]
            Pengertian KPS muncul awalnya di Amerika Serikat, yaitu awalnya terkait dengan kerjasama publik dan swasta (KPS) dalam pendanaan program-program pendidikan, kemudian pada tahun 1950-an dengan hal yang sama mendanai utilitas, kemudian penggunaannya meluas pada tahun 1960-an yaitu kerjasama modal (joint ventures) publik dan swasta untuk pembaharuan perkotaan. Juga di Amerika Serikat digunakan untuk ketentuan pendanaan publik untuk jasa-jasa layaan sosial oleh badan swasta, seringkali dari sukarela sektor (not-for-profit), juga pendanaan publik dalam penelitian dan pengembangan dibidang teknologi oleh swasta.[5]  Tidak ada pengertian yang tepat untuk istilah KPS sendiri, namun istilah KPS digunakan untuk menggambarkan banyaknya bentuk pengaturan antara sektor publik dan swasta dalam penyediaan jasa-jasa layanan publik.[6]
            KPS di Amerika Serikat didefinisikan sebagai:[7]
A Public-Private Partnership (PPP) is a contractual agreement between a public agency (federal, state or local) and a private sector entity. Through this agreement, the skills and assets of each sector (public and private) are shared in delivering a service or facility for the use of the general public. In addition to the sharing of resources, each party shares in the risks and rewards potential in the delivery of the service and/or facility.
Ada sejumlah alternatif nama-nama atau terminologi dari KPS, yang berbeda untuk beberapa negara, yaitu:[8]
(a). Private Participation in Infrastructure (PPI), suatu istilah yang berasal dari World Bank, dan mungkin memberikan penjelasan lebih jelas, bagaimanapun istilah ini sedikit digunakan diluar sektor pembangunan-pembiayaan, kecuali program PPI Korea Selatan.
(b). Private-Sector Participation (PSP), juga digunakan di sektor bank pembangunan (bagaimanapun juga baik PPI atau PSP adalah terbatas untuk istilah KPS).
(c). P3 yang merupakan singkatan dari Public Private Partnership, digunakan di Amerika Utara.
(d).      Privately-Financed Projects (PFP), digunakan di Australia.
(e). P-P Partnership (untuk menghindari kerancuan dengan istilah PPP atau ”purchasing power parity”, suatu metode perbandingan nilai tukar mata uang yang menyatakan biaya riil barang dan jasa di negara-negara yang berbeda).
(f). Private Finance Initiative (PFI), suatu istilah yang berasal dari Inggris, dan sekarang juga digunakan di Jepang dan Malaysia.
Sangat jelas sekali, ada banyak tipe KPS dan model-modelnya diaplikasikan secara berbeda dari suatu negara ke negara lainnya. Kenyataannya, konsep KPS berkembang dengan cara yang berbeda ditiap-tiap negara dimana pengaturannya diterapkan. Beberapa negara memiliki sebuah badan pusat mengenai KPS (seperti di Belanda), beberapa juga ada untuk penerapan khusus (seperti di Inggris), sementara yang lainnya diserahkan pada negara secara individual atau pemerintahan daerah (municipalities) (seperti di Australia, Amerika Serikat). Chili mencoba suatu sistem yang berbeda untuk melelang franchises (the least-present-value-of-revenue or LPVR). Perancis memiliki suatu kerangka kerja administratif yang mengatur KPS tipe private concessions (delegation de service public) berbeda dari yang dioperasikan berdasarkan hukum Inggris.[9]
            Dari berbagai keragaman KPS, ada karakteristik yang bisa kita lihat secara umum maupun khusus. Karakteristik umum dari KPS adalah:[10]
(a). Participants, KPS secara fair dan jelas melibatkan dua atau lebih pihak, dan paling tidak satu dari mereka haruslah badan publik. Masing-masing, bagaimanapun juga, perlu menjadi principal yang mampu bernegosiasi  dan membuat kontrak atas dirinya sendiri. Semua pihak harus membuat komitmen organisasional pada kemitraan.
(b). Relationship, kemitraan perlu untuk jangka waktu lama dan saling berhubungan. Pemerintah membeli barang dan jasa, mereka memberikan bantuan, dan mereka membebankan denda dan pajak-pajak. Tidak satupun transaksi-transaksi tersebut mengandung perilaku kelanjutan yang nyata. Meskipun badan publik menggunakan pemasok yang sama setiap tahun, pola ini tidak dikatakan sebagai kerjasama kemitraan. Suatu departemen Pemerintah memesan roti sandwiches setiap hari dari perusahaan katering yang sama tidak menciptakan kerjasama kemitraan.
(c). Resourcing, masing-masing pihak yang terlibat harus membawa suatu nilai dalam kejasama kemitraan. KPS mencari kemampuan terbaik yang ada, pengetahuan dan sumber-sumber, apakah mereka ada di sektor publik atau swasta, dan menyerahkan nilai untuk uang dalam ketentuan jasa layanan infrastruktur publik. Untuk hal ini, masing-masing pihak harus mengalihkan sumber-sumber uang, harta, kekuasaan dan reputasi (money, property, authority, reputation) pada pengaturan.
(d).      Sharing, KPS melibatkan berbagi tanggungjawab dan risiko untuk akibat dari: financial, economic, environtmental atau social, dalam suatu kerangka kerja kolaboratif. Tanggungjawab bersama ini bertentangan dengan hubungan antara sektor-sektor publik dan swasta dimana badan publik memegang kontrol atas keputusan-keputusan kebijakan setelah mendapatkan masukan dari badan-badan sektor swasta. Juga bertentangan dengan hubungan antara sektor-sektor publik dan swasta yang pada dasarnya terikat kontrak dan melibatkan hubungan-hubungan perintah yang mendasar. Dalam kasus ini, badan-badan swasta  bukanlah mitra dalam kenyataannya. Yang ada hanyalah kepentingan bersama dan kesatuan komitmen.
(e). Continuity, landasan kerjasama kemitraan akan menjadi suatu kerangka kontrak, yang terdiri dari serangkaian aturan main dan memberikan para pihak hal-hal yang pasti. Keberadaan kontrak memungkinkan para pihak terlibat dalam membuat keputusan tanpa harus memulai tiap waktu, dan membangun mulai dari prinsip-prinsip pertama dari aturan yang mengatur interaksi. Kontrak KPS memberikan arsitektur dasar dari pengaturan, sementara kontrak adalah ”incomplete[11] (tidak lengkap) dan tidak dapat (does not and can not) menetapkan semua komponen dan memperbolehkan untuk semua hasil. Harus ada nilai-nilai yang berbagi, suatu pemahaman umum atas prioritas dan tujuan-tujuan kebijakan, dan suatu langkah kepercayaan yang baik.
Dari karakteristik umum di atas maka, karakteristik khusus KPS yang bisa dilihat adalah sebagai berikut:[12]
(a). Type, sementara, saat beberapa mitra kerjasama dibentuk untuk tujuan formulasi kebijakan, penyusunan prioritas dan koordinasi organisasi dari berbagai sektor (seperti, crime prevention strategies, educational action), perhatian utama kita terkait dengan jasa-jasa layanan berbasis aset dan kontrak-kontrak jasa layanan jangka panjang sehubungan dengan infrastruktur sosial dan ekonomi. Ada beberapa perbedaan antara kerjasama kemitraan yaitu ekonomi yang dominan dalam orientasi mereka sebagai lawan terhadap perhatian pada kesejahteraan, pendidikan dan kebijakan-kebijakan lain, sebagiannya karena kebutuhan para pemimpin sumber-sumber keuangan.
(b). Focus on service, tekanannya adalah pada pelayanan yang diterima Pemerintah, bukan pada pengadaan infrastruktur sosial dan ekonomi Pemerintah. Pemerintah membayar jasa layanan yang disediakan pihak swasta, yang diserahkan melalui kepemilikan swasta atau penyewaan infrastruktur sebagai bagian dari paket layanan.
(c). Whole-of-life cycle costing, dengan kontrak KPS ada kemungkinan untuk kesatuan yang lengkap, dibawah satu pihak, biaya-biaya sebelum rancangan dan pembangunan, dengan biaya-biaya yang sedang berjalan atas penyerahan jasa layanan, pengoperasian, pemeliharaan dan pembaruan.
(d).      Innovation, pendekatan KPS berfokus pada spesifikasi-spesifikasi yang dihasilkan, dan memberikan peningkatan kesempatan-kesempatan dan insentif-insentif pada para calon penawar (bidders) untuk membentuk inovasi pemecahan yang sesuai dengan persyaratan.
(e). Risk allocation, risko ditanggung oleh Pemerintah dalam pemilikan dan pengoperasian infrastruktur dengan ciri khasnya adalah (carries substantial, often unvalued, cost). Pengalihan beberapa risiko ke pihak swasta, yang dapat mengaturnya menjadi biaya yang rendah, dapat secara substansial lebih rendah dari biaya-biaya Pemerintah.

Dr. Iwan E. Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn

[1] Grimsey and Lewis, 43. Turnpikes dijelaskan oleh Adrian Smith sebagai awal sistem yang modern atas pembangunan, pengoperasian dan transfer.  Turnpikes adalah suatu jalan yang bagian atau seluruhnya dipungut biaya dari para pemakai jalan di gerbang toll. Dia berasal dari kata “the hinged barrier” (spoke spear or English ‘pike’) yang direntangkan dijalan yang menghalangi pelintas sampai ayunan terbuka untuk pembayar tol. Turnpikes meliputi untuk jalan-jalan yang baru maupun yang sudah direkonstruksi. Turnpikes Trusts dibentuk pada tahun 1706-1707 untuk memperbaiki seksi London-Holyhead Highway antara Fornhill dan Stony Stratford. Hal ini berhasil mengeluarkan ratusan peraturan (Acts) yang memperluas sistem pada hampir semua bagian negara Inggris. Pada tahun 1840-an hampir 1000 Turnpikes Acts dilaksanakan, diajukan oleh (town councils, merchants, manufacturers, farmers and landowners) termasuk tanggungjawab untuk memelihara paling tidak sebagian dari jalan.
[2] Yescombe, 5.
[3] Grimsey and Lewis, 42.
[4] Ibid., 43.
[5] Yescombe, 2.
[6] Sapte, Denton Wilde, Public Private Partnerships: BOT techniques and project finance, 2nd Edition (London: Euromoney Books, 2006), 1-2. Termasuk dalam hal ini (KPS) adalah: (1) The contracting out of services (dimana sektor swasta diikat untuk menyediakan jasa layanan untuk dan atas nama sektor Publik untuk periode tertentu dan harga kontrak yang disetujui, tanpa sektor swasta diminta menanggung risiko-risiko pembiayaan dan permintaan), (2) joint ventures (dimana sektor-sektor publik dan swasta menanggung tanggungjawab bersama dalam pembiayaan dan implementasi fasilitas-fasilitas jasa layanan publik, (3) Leasing (dimana semua atau bagian penting risiko-risiko terkait pendanaan, pembangunan dan pengoperasian fasilitas ditanggung oleh sektor swasta, dengan badan sektor publik melaksanakan fasilitas dengan cara leasing), (4) BOT projects (dimana sektor swasta bertanggungjawab atas pendanaan, pembangunan dan pengoperasian fasilitas-fasilitas untuk periode tertentu yang pasti, yang cukup bagi sektor swasta membayar hutang dan mencapai indeks pengembalian investasi  yang diminta. Pada akhir periode, proyek dialihkan ke sektor publik). Bentuk ini dilakukan secara bervariasi, termasuk: build, own, operate and transfer (BOOT), build, lease and transfer (BLT), build, rent and transfer (BRT), build, transfer and operate (BTO), design, build, finance and operate (DBFO), dan, design, construct, maintain and finance (DCMF), kemudian, (5) build, own and operate (BOO) dimana sektor swasta membangun fasilitas dan menahan kepemilikan dan mengkontrolnya namun bertanggungjawab dalam membuat fasilitas-fasilitas yang ada untuk suatu periode tertentu yang pasti. Tidak ada transfer fasilitas pada akhir masa ke sektor publik.
[7] http://www.ncppp.org/howpart/index.shtml#define (diakses tanggal 26 Agustus 2010).
Di Amerika Serikat ada enam kunci keberhasilan KPS, yaitu: (1) Statutory and Political Environment: A successful partnership can result only if there is commitment from "the top". (2) Public Sector’s Organized Structure: Once a partnership has been established, the public-sector must remain actively involved in the project or program. (3) Detailed Business Plan (Contract): You must know what you expect of the partnership beforehand. (4) Guaranteed Revenue Stream: While the private partner may provide the initial funding for capital improvements, there must be a means of repayment of this investment over the long term of the partnership. (5) Stakeholder Support: More people will be affected by a partnership than just the public officials and the private-sector partner. (6) Pick Your Partner Carefully: The "lowest bid" is not always the best choice for selecting a partner. The "best value" in a partner is critical in a long-term relationship that is central to a successful partnership.
[8] Yescombe, 4.
[9] Grimsey and Lewis, 12-13.
[10] Ibid.
[11] Campbell, “Incompleteness of our Understanding”, 645-646. Kontrak yang tidak lengkap (incomplete contract) mulai mendapat perhatian untuk direformasi dibidang komersial dimana Kostritsky dan Ben-Shahar berpendapat bahwa perjanjian yang dibuat berdasarkan hukum yang sekarang bisa jatuh pada kecurangan (“such agreements may fall foul of being struck out for indefiniteness, or of being effectively supplanted by judicial gap filling that does not capture the intention of the parties”). Kostritsky menghormati kesucian (the sanctity) kontrak namun kadang-kadang masih perlu intervensi untuk memberikan pengaruh pada para pihak. Dia memberikan penjelasan dengan penerimaan klaim-klaim kesejahteraan dari teori equilibrium umum (“the fully contingent contract of general equilibrium theory”).
[12] Grimsey and Lewis, 14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar