KPS
adalah suatu struktur organisasi yang membawa sejumlah pihak untuk suatu
investasi infrastruktur. Ciri-cirinya adalah dalam bentuk badan usaha kerjasama
yang dibuat secara khusus untuk suatu proyek. Pihak-pihak yang utama berpartisipasi adalah:[1]
(a). Pemerintah
(the public sector procurer - the
government, local governments and agencies, state-owned entities);
(b). Para investor
pemodal dalam badan usaha kerjasama (the
sponsors who as equity investors normally create a special purpose vehicle (or
project company) through which they contact with the public procurer, and the
principal subcontractors);
(c). Pemberi pinjaman (financiers);
(d). Sub-kontraktor (subcontractors); dan
(e). Pihak-pihak lain yang terlibat (other involved parties such as advisers -
legal, financial, technical, and insurers, rating agencies, underwriters, etc.
Dalam suatu proyek, masing-masing pihak
memegang identitas dan tanggungjawabnya masing-masing. Mereka mengkombinasikan bersama dalam badan usaha kerjasama
berdasarkan tugas-tugas dan risiko-risiko divisi yang didefinisikan secara jelas. Badan usaha kerjasama
tersebut adalah suatu badan hukum terpisah yang sederhana, umumnya suatu
perusahaan, dibentuk untuk melaksanakan kegiatan yang didefinisikan dalam suatu
kontrak antara badan usaha kerjasama dan client-nya,
dalam hal ini adalah Pemerintah (public
procurer). Pelaksanaan kegiatan umumnya membutuhkan keterlibatan sejumlah
pihak, dan badan usaha kerjasama mengikatkan diri dengan sub-kontrak dengan
sejumlah organisasi untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut. Badan usaha kerjasama digunakan dalam KPS
untuk alasan-alasan sebagai berikut:[2]
(a). Memperkenankan peminjaman dana bagi proyek
menjadi non-recourse kepada sponsors berdasarkan sifat tanggungjawab
terbatas dari special purpose vehicle;
(b). Memungkinkan aset dan hutang piutang (liabilities) proyek tidak muncul di
neraca (balance sheets) dari sponsors, karena tidak ada sponsors memiliki lebih dari 50 persen
saham dalam special purpose vehicle dan
penerapan prinsip-prinsip konsolidasi normal saat meyiapkan pembukuan grup; dan
(c). Untuk manfaat pemberi pinjaman proyek, untuk
membantu menyekat proyek dari potensi pailit dari salah satu sponsors (‘bankruptcy remoteness’).
Dalam ilustrasi gambar bentuk umum
konsorsium, termasuk dalam hal ini para pemberi pinjaman (biasanya dalam suatu
sindikasi bank), para investor modal dan para investor lain dalam badan usaha kerjasama
(yang berinvestasi dalam proyek yang secara risiko terbuka dari sisi atas
maupun sisi bawah), kontraktor rancangan dan konstruksi, dan operator. Dalam
hal pihak-pihak masuk dalam organisasi dan bersama-sama ikut dalam suatu
penawaran (bid). Ada dua bentuk
pendekatan dalam membentuk badan usaha kerjasama dalam KPS ini sebagai bentuk
umum konsorsium. Pertama, disebut
sebagai the traditional construction and
facilities management-led approach, dan Kedua, disebut sebagai the new financier-led approach.[3]
Dr.
Iwan E. Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn
[1] Grimsey and Lewis, 108.
[2] Ibid., 109.
[3] Ibid., 109-110. Dalam konsorsium pendekatan pertama ini yaitu bentuk konsorsium,
umumnya di Inggris, para kontraktor dan pemasok jasa sebagai investor dalam
badan usaha kerjasama dan mengambil bagian saham sebagai komitmen pada proyek
dan penyerahannya. Para pemberi pinjaman pembiayaan (financiers) terlibat dalam suatu konsorsium, mereka bisa mengambil
minoritas saham dalam badan usaha kerjasama dan, selama perjalanan para
investor dengan kepentingan keuangan yang kuat, dianggap memiliki peran yang
penting dalam proyek setelah selesai masa konstruksi. Meskipun demikian,
organisasi awal dan proses penawaran (bidding)
dipimpin oleh perusahaan-perusahaan “engineering and construction” secara
tandem (bersama) dengan para manajer fasilitas-fasilitas (facilities managers), para investor modal pihak ketiga (third party equity investors) dan para
investor pemberi pinjaman (debt invetsors).
Dalam konsorsium pendekatan kedua,
berkembang akhir-akhir ini di Australia, bank-bank investasi khusus mengambil
peran lebih aktif dalam mengatur (managing)
badan usaha kerjasama dari sisi luar. Bank melakukan investasi modal dalam
badan usaha kerjasama, mengator penawaran (the
bid), memutuskan harga, menjamin pendapatan komersial dari proyek, menilai
(underwrites) hutang-hutang yang
lebih senior (senior debt) dan
melakukan subkontrak dengan kontraktor dan operator berdasarkan letter of credit (L/C) yang diterbitkan
untuk pemegang hutang. Jelasnya, bank tidak dapat melaksanakan semua fungsi dan
harus menjembatani dan memfinalisasikan perjanjian-perjanjian dengan pihak lain
yang datang bersama secara kontraktual membentuk konsorsium. Meskipun demikian,
adalah suatu bank investasi yang mengambil 100 persen modal dalam badan usaha
kerjasama dan melakukan penilaian (underwrites)
masalah pasar modal dan semua elemen kontrak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar