Ada beberapa pihak yang berperan langsung
dalam partisipasi kegiatan KPS, yaitu:[1]
(a). Pemerintah.
Tidak seperti swastanisasi, Pemerintah menguasai kepentingan permanen dalam
penyerahan aset atau barang dan jasa.[2]
Dia yang akhirnya bertanggungjawab untuk penetapan tujuan-tujuan, melihat hasil
diserahkan sesuai standar, dan menjamin kepentingan publik dalam keadaan aman. Konsekuensinya,
saat pelaksanaan bagian-bagian jasa layanan pada swasta, pelaksana pengadaan investasi
sektor publik tetap dapat dipertanggungjawabkan (accountable) untuk banyak aspek. Termasuk: (i) menetapkan
usaha-usaha, barang dan jasa yang dibutuhkan, dan sumber-sumber sektor publik yang
tersedia untuk membayar usaha-usaha dan barang dan jasa tersebut (defining the business and services required,
and the public sector resources available to pay for them); (ii) menetapakan
prioritas-prioritas, target-target dan hasil-hasil (specifiying the prioroties, targets and outputs); (iii) melaksanakan
proses pengadaan investasi yang direncanakan secara hati-hati (executing a cerfully planned procurement
process); (iv) menetapkan rezim kinerja dengan membentuk dan memonitor
keselamatan, kualitas dan standar-standar kinerja untuk barang dan jasa (determining the performance regime by
setting and monitoring safety, quality and performance standards for those
services); (v) mengatur kontrak dengan melaksanakan standar-standar,
mengambil tindakan bila mereka tidak diserahkan (governing the contract by enforcing those standards, taking action if
they are not delivered); (vi) mengatur harapan-harapan komunitas (managing community expectations); (vii) menyediakan
lingkungan yang memungkinkan (providing
the enabling environment); dan (viii) tanggap, dalam bekerjasama dengan
swasta, untuk mengubah lingkungan proyek sambil tetap fokus pada tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya (reacting,
in cooperation with the private sector, to changes in the project environment
while remaining focused on pre-defined objectives). Badan-badan regulasi sektor
publik dan badan-badan sektor publik lainnya memainkan peran kontribusi yang
penting dalam hal izin (permits),
lisensi (licences), kewenangan (authorizations) dan konsesi (concessions) dan mereka merancang
kerangka kerja regulasi dimana struktur KPS harus disatukan.
(b). Badan
usaha kerjasama. Para investor dan
para pemegang saham dari badan usaha kerjasama bertanggungjawab untuk memenuhi
tanggungjawab kontraktualnya. Termasuk: (i) menghasilkan dan menyerahkan barang
dan jasa yang ditetapkan sesuai standar yang dibutuhkan (producing and delivering the defined
services to the required standard); (ii) merancang dan membangun
atau meningkatkan aset infrastruktur (designing
and building or upgrading the infrastructure aset); (iii) mencari dana
untuk kebutuhan modal proyek (raising
funds for the capital needs of the project); (iv) fokus pada tujuan-tujuan
Pemerintah, sambil menanggapi dalam kerjasama dengan Pemerintah terhadap
berbagai lingkungan proyek (focusing on
government’s objectives, while reponding in cooperation with the public
procurer to variations in the project environtment); (v) mengembalikan aset
dalam kondisi yang telah ditentukan pada akhir kontrak (returning the assets in the specified condition at the end of contract).
(c). Sub-kontraktor. Kewajiban dan tanggungjawab badan usaha
kerjasama pada Pemerintah diserahkan melalui sub-kontraktor yang ditentukan (specialized), yang dalam model
tradisional sering adalah para investor yang memiliki modal dalam badan usaha kerjasama.
Fungsinya adalah biasanya melakukan outsourcing
(subcontracted out) oleh badan usaha
kerjasama, yaitu konstuksi, pasokan perlengkapan, dan operasi dan pemeliharaan,
dengan perjanjian terpisah untuk masing-masingnya.
(d). Penasehat/
konsultan. Para
penasehat/konsultan memberikan nasehat keuangan, hukum, teknis dan lainnya
kepada baik Pemerintah maupun swasta dalam struktur KPS. Pemerintah patuh pada
nasehat mereka untuk menerapkan dan memberikan pemeriksaan independen atas
masing-masing transaksi tipe KPS, dan nilai tambah pada Pemerintah (public procurement). Para investor dalam
badan usaha kerjasama menggunakan penasehat/konsultan luar atau dari tim mereka
sendiri untuk ikut dalam pengadaan investasi proyek. Biasanya para pemberi pinjaman
tunduk pada grup penasehat mereka atau kadangkala dari luar untuk menilai
kelayakan finansial proyek dan risiko-risiko yang melekat pada arus pendapatan
yang memberikan jaminan untuk pembiayaan.
(e). Badan
pemeringkat. Pada saat proyek
dibiayai melalui penerbitan obligasi (bonds),[3] badan pemeringkat diminta nasehatnya
untuk memberikan peringkat kredit untuk hutangnya. Badan tersebut ciri khasnya
terlibat pada tahap awal penyusunan proyek sehingga masalah kredit dapat
ditujukan dan suatu hal yang baru berkembang (sebagai contoh, mengubah tingkat
modal dalam badan usaha kerjasama). Lembaga asuransi dapat juga memberikan
peningkatan kredit.
(f). Perusahaan
asuransi. Perusahaan memberikan
perbaikan risiko dalam pembiayaan proyek masing-masing apakah risiko-risiko
komersial atau risiko politik. Ciri khasnya, mereka bekerja secara dekat dengan
para investor dan pemberi pinjaman, sehingga menghasilkan suatu paket asuransi
yang membatasi risiko pada harga yang dapat dijangkau. Ini merupakan sub-sektor
asuransi yang relatif baru yang menutup
risiko kredit hutang (umumnya obligasi). Perusahaan asuransi monoline ini terlibat dalam arbitrase
risiko kredit yang sering menciptakan nilai untuk pembiayaan proyek dalam
keadaan dimana pasar umumnya cenderung meremehkan risiko-risiko.
Dr. Iwan E. Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn
[1] Grimsey and Lewis, 111-114.
[2] Howard, “Public-Private Partnership”, 736. Pemerintah yang berkuasa
dalam hubungan KPS memiliki kekebalan dari segala tuntutan hukum dan
tanggungjawab. Doktrin ini berjalan sebagai kendala di pemerintahan namun juga
berdampak pada segala tindakan antara swasta yang terlibat dengan Pemerintah.
Jack B. Tate (The Acting Legal Advisor of Department of State) menulis surat
pada the “Acting Attorney General” pada bulan May 1952, dan menyatakan: “According to the newer or restrictive theory
of sovereign immunity, the immunity of the sovereign is recognized with regard
to sovereign or public acts (jure imperii) of State, but not with respect to
private acts (jure gestionis) …”
[3] Garner, 169. Bond: ”An obligation, or in English a ’bond’, is a document written and
sealed containing a confeesion of a debt; in later times ’contract’ is the
genus, ’obligation’ the species”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar