Konsep
penggunaan modal swasta untuk menyediakan fasilitas publik sebenarnya sudah
sangat lama. Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, Britain groups of local magnates membentuk turnpike trust,[1] yang meminjam uang dari investor-investor
swasta untuk memperbaiki jalan, dan mengembalikan pinjaman dari tol (charging tolls). Semua jembatan-jembatan
di Inggris juga dibiayai oleh semacam bridge
trusts sampai pertengahan abad ke-19, dan juga sama sampai akhir abad ke-19
the Brooklyn Bridge di New York
dibangun dengan modal swasta. Di Perancis, konstruksi kanal dengan modal swasta
dimulai pada abad ke-17. [2]
Sejarah
Yunani (the Greek) dan filsuf Strabo
(63 BC-AD 21), menulis dalam Geographia,
pada saat Caesar Augustus mencatat pemungutan tol atas jalan the Little Saint Bernard’s Pass. Suku
”Salassi” diberikan konsesi tol oleh kerajaan Romawi, sebagai pengembalian
pemeliharaan jalan dan menyediakan panduan dan penjagaan melintasi pegunungan.
Dalam abad pertengahan, tol digunakan untuk mendukung biaya pembangunan
jembatan, dan pada awal tahun 1286 jembatan London memiliki tol. Tol sendiri
kurang umum untuk jalan, meskipun pada tahun 1363, Edward III dari Inggris
mengundangkan hak memungut tol atas jalan Great Northern dari London ke Philippe
Litchfield untuk pengembalian hasil pekerjaan perbaikan jalan.[3]
Gerbang
tol di Inggris pertama kali disahkan dengan undang-undang pada tahun 1364, turnpike pertama dibentuk pada tahun
1663. Hakim-hakim dari Hertfordshire, Huntingdon dan Cambridge meminta Parlemen
untuk membuat undang-undang yang memungkinkan mendapatkan pendanaan untuk
perbaikan seksi jalan Great Northern yang melintasi tiga wilayah. Undang-undang
tersebut memberikan hak pada hakim untuk menempatkan tiga gerbang tol untuk
memungut tol dengan tarif tertentu atas kendaraan dan hewan (livestock) yang melewati jalan tersebut
sampai periode lebih dari 21 tahun, dimana dalam periode tersebut diharapkan
hutang akan lunas dan jalan kembali bebas dari pungutan. Sampai awal abad
ke-18, bagaimanapun juga, konsep ini memberikan administrasi jalan dalam bentuk
panitia (ad hoc) dari badan lokal,
dan pengalihan biaya pemeliharaan dari publik ke pengguna jalan telah
terbentuk.[4]
Pengertian
KPS muncul awalnya di Amerika Serikat, yaitu awalnya terkait dengan kerjasama
publik dan swasta (KPS) dalam pendanaan program-program pendidikan, kemudian
pada tahun 1950-an dengan hal yang sama mendanai utilitas, kemudian
penggunaannya meluas pada tahun 1960-an yaitu kerjasama modal (joint ventures) publik dan swasta untuk
pembaharuan perkotaan. Juga di Amerika Serikat digunakan untuk ketentuan
pendanaan publik untuk jasa-jasa layaan sosial oleh badan swasta, seringkali
dari sukarela sektor (not-for-profit),
juga pendanaan publik dalam penelitian dan pengembangan dibidang teknologi oleh
swasta.[5] Tidak ada pengertian yang tepat untuk istilah
KPS sendiri, namun istilah KPS digunakan untuk menggambarkan banyaknya bentuk
pengaturan antara sektor publik dan swasta dalam penyediaan jasa-jasa layanan
publik.[6]
A Public-Private
Partnership (PPP) is a contractual agreement between a public agency (federal,
state or local) and a private sector entity. Through this agreement, the skills
and assets of each sector (public and private) are shared in delivering a
service or facility for the use of the general public. In addition to the
sharing of resources, each party shares in the risks and rewards potential in
the delivery of the service and/or facility.
Ada sejumlah alternatif nama-nama atau terminologi dari KPS, yang
berbeda untuk beberapa negara, yaitu:[8]
(a). Private Participation in Infrastructure
(PPI), suatu istilah yang berasal dari World Bank, dan mungkin memberikan
penjelasan lebih jelas, bagaimanapun istilah ini sedikit digunakan diluar
sektor pembangunan-pembiayaan, kecuali program PPI Korea Selatan.
(b). Private-Sector Participation (PSP), juga
digunakan di sektor bank pembangunan (bagaimanapun juga baik PPI atau PSP
adalah terbatas untuk istilah KPS).
(c). P3
yang merupakan singkatan dari Public
Private Partnership, digunakan di Amerika Utara.
(d). Privately-Financed Projects (PFP),
digunakan di Australia.
(e). P-P Partnership (untuk menghindari
kerancuan dengan istilah PPP atau ”purchasing power parity”, suatu metode
perbandingan nilai tukar mata uang yang menyatakan biaya riil barang dan jasa
di negara-negara yang berbeda).
(f). Private Finance Initiative (PFI), suatu
istilah yang berasal dari Inggris, dan sekarang juga digunakan di Jepang dan Malaysia.
Sangat jelas sekali, ada banyak tipe KPS dan model-modelnya
diaplikasikan secara berbeda dari suatu negara ke negara lainnya. Kenyataannya, konsep KPS berkembang dengan cara
yang berbeda ditiap-tiap negara dimana pengaturannya diterapkan. Beberapa
negara memiliki sebuah badan pusat mengenai KPS (seperti di Belanda), beberapa
juga ada untuk penerapan khusus (seperti di Inggris), sementara yang lainnya
diserahkan pada negara secara individual atau pemerintahan daerah (municipalities) (seperti di Australia,
Amerika Serikat). Chili mencoba suatu sistem yang berbeda untuk melelang franchises (the least-present-value-of-revenue or LPVR). Perancis memiliki
suatu kerangka kerja administratif yang mengatur KPS tipe private concessions (delegation
de service public) berbeda dari yang dioperasikan berdasarkan hukum
Inggris.[9]
Dari
berbagai keragaman KPS, ada karakteristik yang bisa kita lihat secara umum
maupun khusus. Karakteristik umum dari KPS adalah:[10]
(a). Participants,
KPS secara fair dan jelas melibatkan dua atau lebih pihak, dan paling tidak
satu dari mereka haruslah badan publik. Masing-masing, bagaimanapun juga, perlu
menjadi principal yang mampu
bernegosiasi dan membuat kontrak atas
dirinya sendiri. Semua pihak harus membuat komitmen organisasional pada
kemitraan.
(b). Relationship,
kemitraan perlu untuk jangka waktu lama dan saling berhubungan. Pemerintah
membeli barang dan jasa, mereka memberikan bantuan, dan mereka membebankan
denda dan pajak-pajak. Tidak satupun transaksi-transaksi tersebut mengandung
perilaku kelanjutan yang nyata. Meskipun badan publik menggunakan pemasok yang
sama setiap tahun, pola ini tidak dikatakan sebagai kerjasama kemitraan. Suatu
departemen Pemerintah memesan roti sandwiches
setiap hari dari perusahaan katering yang sama tidak menciptakan kerjasama
kemitraan.
(c). Resourcing,
masing-masing pihak yang terlibat harus membawa suatu nilai dalam kejasama
kemitraan. KPS mencari kemampuan terbaik yang ada, pengetahuan dan
sumber-sumber, apakah mereka ada di sektor publik atau swasta, dan menyerahkan
nilai untuk uang dalam ketentuan jasa layanan infrastruktur publik. Untuk hal
ini, masing-masing pihak harus mengalihkan sumber-sumber uang, harta, kekuasaan
dan reputasi (money, property, authority,
reputation) pada pengaturan.
(d). Sharing,
KPS melibatkan berbagi tanggungjawab dan risiko untuk akibat dari: financial, economic, environtmental atau social, dalam suatu kerangka kerja
kolaboratif. Tanggungjawab bersama ini bertentangan dengan hubungan antara
sektor-sektor publik dan swasta dimana badan publik memegang kontrol atas
keputusan-keputusan kebijakan setelah mendapatkan masukan dari badan-badan
sektor swasta. Juga bertentangan dengan hubungan antara sektor-sektor publik
dan swasta yang pada dasarnya terikat kontrak dan melibatkan hubungan-hubungan
perintah yang mendasar. Dalam kasus ini, badan-badan swasta bukanlah mitra dalam kenyataannya. Yang ada
hanyalah kepentingan bersama dan kesatuan komitmen.
(e). Continuity,
landasan kerjasama kemitraan akan menjadi suatu kerangka kontrak, yang terdiri
dari serangkaian aturan main dan memberikan para pihak hal-hal yang pasti.
Keberadaan kontrak memungkinkan para pihak terlibat dalam membuat keputusan
tanpa harus memulai tiap waktu, dan membangun mulai dari prinsip-prinsip
pertama dari aturan yang mengatur interaksi. Kontrak KPS memberikan arsitektur
dasar dari pengaturan, sementara kontrak adalah ”incomplete”[11] (tidak lengkap) dan tidak dapat (does not and can not) menetapkan semua
komponen dan memperbolehkan untuk semua hasil. Harus ada nilai-nilai yang
berbagi, suatu pemahaman umum atas prioritas dan tujuan-tujuan kebijakan, dan
suatu langkah kepercayaan yang baik.
Dari karakteristik umum di atas maka, karakteristik
khusus KPS yang bisa dilihat adalah sebagai berikut:[12]
(a). Type,
sementara, saat beberapa mitra kerjasama dibentuk untuk tujuan formulasi
kebijakan, penyusunan prioritas dan koordinasi organisasi dari berbagai sektor
(seperti, crime prevention strategies,
educational action), perhatian utama kita terkait dengan jasa-jasa layanan
berbasis aset dan kontrak-kontrak jasa layanan jangka panjang sehubungan dengan
infrastruktur sosial dan ekonomi. Ada
beberapa perbedaan antara kerjasama kemitraan yaitu ekonomi yang dominan dalam
orientasi mereka sebagai lawan terhadap perhatian pada kesejahteraan,
pendidikan dan kebijakan-kebijakan lain, sebagiannya karena kebutuhan para
pemimpin sumber-sumber keuangan.
(b). Focus on
service, tekanannya adalah pada pelayanan yang diterima Pemerintah, bukan
pada pengadaan infrastruktur sosial dan ekonomi Pemerintah. Pemerintah membayar
jasa layanan yang disediakan pihak swasta, yang diserahkan melalui kepemilikan
swasta atau penyewaan infrastruktur sebagai bagian dari paket layanan.
(c). Whole-of-life
cycle costing, dengan kontrak KPS ada kemungkinan untuk kesatuan yang
lengkap, dibawah satu pihak, biaya-biaya sebelum rancangan dan pembangunan,
dengan biaya-biaya yang sedang berjalan atas penyerahan jasa layanan,
pengoperasian, pemeliharaan dan pembaruan.
(d). Innovation,
pendekatan KPS berfokus pada spesifikasi-spesifikasi yang dihasilkan, dan
memberikan peningkatan kesempatan-kesempatan dan insentif-insentif pada para
calon penawar (bidders) untuk
membentuk inovasi pemecahan yang sesuai dengan persyaratan.
(e). Risk
allocation, risko ditanggung oleh Pemerintah dalam pemilikan dan pengoperasian
infrastruktur dengan ciri khasnya adalah (carries
substantial, often unvalued, cost). Pengalihan beberapa risiko ke pihak
swasta, yang dapat mengaturnya menjadi biaya yang rendah, dapat secara
substansial lebih rendah dari biaya-biaya Pemerintah.
Dr. Iwan E. Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn
[1] Grimsey and Lewis, 43. Turnpikes dijelaskan oleh Adrian Smith sebagai awal sistem
yang modern atas pembangunan, pengoperasian dan transfer. Turnpikes
adalah suatu jalan yang bagian atau seluruhnya dipungut biaya dari para pemakai
jalan di gerbang toll. Dia berasal dari kata “the hinged barrier” (spoke spear or English ‘pike’) yang
direntangkan dijalan yang menghalangi pelintas sampai ayunan terbuka untuk
pembayar tol. Turnpikes meliputi untuk jalan-jalan yang baru maupun yang
sudah direkonstruksi. Turnpikes Trusts dibentuk
pada tahun 1706-1707 untuk memperbaiki seksi London-Holyhead Highway antara
Fornhill dan Stony Stratford. Hal ini berhasil mengeluarkan ratusan peraturan
(Acts) yang memperluas sistem pada hampir semua bagian negara Inggris. Pada
tahun 1840-an hampir 1000 Turnpikes Acts dilaksanakan, diajukan oleh (town councils, merchants, manufacturers,
farmers and landowners) termasuk tanggungjawab untuk memelihara paling
tidak sebagian dari jalan.
[2] Yescombe, 5.
[3] Grimsey and Lewis, 42.
[4] Ibid., 43.
[5] Yescombe, 2.
[6] Sapte, Denton Wilde, Public Private Partnerships: BOT techniques
and project finance, 2nd Edition (London: Euromoney Books, 2006), 1-2. Termasuk
dalam hal ini (KPS) adalah: (1) The
contracting out of services (dimana sektor swasta diikat untuk menyediakan
jasa layanan untuk dan atas nama sektor Publik untuk periode tertentu dan harga
kontrak yang disetujui, tanpa sektor swasta diminta menanggung risiko-risiko
pembiayaan dan permintaan), (2) joint
ventures (dimana sektor-sektor publik dan swasta menanggung tanggungjawab
bersama dalam pembiayaan dan implementasi fasilitas-fasilitas jasa layanan
publik, (3) Leasing (dimana semua
atau bagian penting risiko-risiko terkait pendanaan, pembangunan dan
pengoperasian fasilitas ditanggung oleh sektor swasta, dengan badan sektor
publik melaksanakan fasilitas dengan cara leasing), (4) BOT projects (dimana sektor swasta bertanggungjawab atas pendanaan,
pembangunan dan pengoperasian fasilitas-fasilitas untuk periode tertentu yang
pasti, yang cukup bagi sektor swasta membayar hutang dan mencapai indeks
pengembalian investasi yang diminta.
Pada akhir periode, proyek dialihkan ke sektor publik). Bentuk ini dilakukan
secara bervariasi, termasuk: build, own,
operate and transfer (BOOT), build,
lease and transfer (BLT), build, rent
and transfer (BRT), build, transfer
and operate (BTO), design, build,
finance and operate (DBFO), dan, design,
construct, maintain and finance (DCMF), kemudian, (5) build, own and operate
(BOO) dimana sektor swasta membangun fasilitas dan menahan kepemilikan dan
mengkontrolnya namun bertanggungjawab dalam membuat fasilitas-fasilitas yang
ada untuk suatu periode tertentu yang pasti. Tidak ada transfer fasilitas pada
akhir masa ke sektor publik.
[7]
http://www.ncppp.org/howpart/index.shtml#define (diakses tanggal 26 Agustus
2010).
Di Amerika Serikat ada enam kunci keberhasilan KPS, yaitu: (1) Statutory and Political Environment:
A successful partnership can result only
if there is commitment from "the top". (2)
Public Sector’s Organized Structure: Once a partnership has been established, the
public-sector must remain actively involved in the project or program. (3) Detailed Business Plan (Contract): You must
know what you expect of the partnership beforehand. (4) Guaranteed Revenue Stream: While
the private partner may provide the initial funding for capital improvements,
there must be a means of repayment of this investment over the long term of the
partnership. (5) Stakeholder Support:
More people will be affected by a
partnership than just the public officials and the private-sector partner. (6) Pick
Your Partner Carefully: The "lowest bid" is not always the best
choice for selecting a partner. The "best value" in a partner is
critical in a long-term relationship that is central to a successful
partnership.
[8] Yescombe, 4.
[9] Grimsey and Lewis, 12-13.
[10] Ibid.
[11] Campbell,
“Incompleteness of our Understanding”, 645-646. Kontrak yang tidak lengkap (incomplete contract) mulai mendapat perhatian untuk direformasi dibidang komersial
dimana Kostritsky dan Ben-Shahar berpendapat bahwa perjanjian yang dibuat
berdasarkan hukum yang sekarang bisa jatuh pada kecurangan (“such agreements
may fall foul of being struck out for indefiniteness,
or of being effectively supplanted by judicial gap filling that does not
capture the intention of the parties”). Kostritsky menghormati kesucian (the sanctity) kontrak namun kadang-kadang
masih perlu intervensi untuk memberikan pengaruh pada para pihak. Dia
memberikan penjelasan dengan penerimaan klaim-klaim kesejahteraan dari teori equilibrium umum (“the fully contingent
contract of general equilibrium theory”).
[12] Grimsey and Lewis, 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar