Banyak hal yang membuat bingung dari pengertian
swastanisasi. Dia bukan hanya dalam pengertian yang sederhana yakni menjual
perusahaan publik pada swasta. Dalam kenyataannya, banyak bentuk-bentuk
alternatif swastanisasi dapat diidentifikasi, termasuk hal-hal sebagai berikut:[1]
(a) government
withdrawal of services; (b) divestiture;
(c) joint public-private; (d) contracting out; (e) franchising; (f) farming out; (g) leasing;
(h) voucher-and-grant; (i) user chargers; dan (j) liberalization.
Bentuk swastanisasi mana yang akan diadopsi
tergantung aktifitas swastanisasi dan keadaan-keadaan tertentu dari kasus-kasus
individual.
Untuk menghindari konflik yang tidak perlu
dalam area reformasi, perlu suatu kerangka kerja konseptual yang sesuai. Dalam
hal ini ada lima
strategi swastanisasi yang diuji dan diusulkan untuk diadopsi, yaitu:[2]
(a). Strategi
1: intervensi dan perbaikan persaingan usaha yang minimum (rendah), melalui
liberalisasi. Contohnya, menghapus kontrol atas harga atas: jasa layanan yang
disediakan oleh BUMN, atas campur tangan manajemen BUMN, dan terhadap tipe dan
jumlah hasil panen yang akan ditanam;
(b). Strategi
2: produksi publik yang minimum, melalui contracting out, franchising, farming out, leasing, and
voucher-and-grant. Contohnya, kontrak-kontrak: pembersih jalanan, manajemen
BUMN, dan pungutan jembatan dan pungutan parkir;
(c). Strategi
3: load sheding, melalui
penarikan sebagian atau seluruhnya aktifitas Pemerintah atas jasa layanan. Contohnya, membatalkan ketentuan publik
yang menolak pungutan, dan meningkatkan peran swasta atas barang dan jasa
komersial seperti taman-taman hiburan dan kebun-kebun publik;
(d). Strategi
4: penggunaan prinsip-prinsip komersial, melalui biaya-biaya pengguna
barang dan jasa. Contohnya, memaksa
biaya jasa layanan atas perbaikan penggunaan jalan dan jalur, dan;
(e). Strategi
5: pengalihan kepemilikan, melalui divestitur
dan joint public-private ventures.
Contohnya, penjualan BUMN yang menghasilkan barang dan jasa yang potensial diambilalih
swasta.
Malaysia telah menggunakan berbagai metode
swastanisasi dalam penerapan program swastanisasinya. Metode yang diseleksi
tergantung dari sifat dan tipe proyek
yang akan diswastanisasi. Untuk swastanisasi yang melibatkan penjualan entitas
Pemerintah, kebanyakan digunakan metode ”sale and lease” atas aset-aset dan
”sale of equity” dan ”management buyout”, sementara untuk proyek-proyek baru
metode yang digunakan adalah BOT, BOO, BT, dan ”asset swap”. Dalam menseleksi
metode yang sesuai, maka yang menghasilkan tingkat keterlibatan sektor swasta
yang maksimum dan pendapatan yang memungkinkan bagi Pemerintah, akan dipilih.
Berdasarkan prinsip ini, beberapa kasus kombinasi metode-metode telah
dimanfaatkan.[3]
Dr. Iwan Erar Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn
[1] Dhiratayakinant, vii.
[2] Ibid., vii-viii. Untuk
meluncurkan program swastanisasi yang efektif, tindakan-tindakan khusus
direkomendasikan sebagai berikut:
(1)
For the short run: the very clear articulation of the privatization
policy to be pursued by the government; and the establishment of some kind of
national center for privatization.
(2) For
the long run: the codification and clarification of laws related to private
property rights; the study of potensial cases for privatization and steps to be
carried out.
[3] Disertasi Irnanda Laksanawan, Design
and Implementation of Privatisation in Indonesia, Disertasi untuk Doctor of
Philosophy pada The School of Commerce – Division of Business University of
South Australia, Adelaide, 2008, 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar